Ini ilmu baru.
Pertama kali dengar nama puisi ini, saya langsung mengira bahwa puisi ini tentang sesuatu yang berkenaan dengan dosa. Otak saya menduga-duga puisi ini dimaksudkan untuk mengisahkan tentang peristiwa-peristiwa yang tidak terlalu dosa...xixixi. BIG WRONG!
Pertama kali dengar nama puisi ini, saya langsung mengira bahwa puisi ini tentang sesuatu yang berkenaan dengan dosa. Otak saya menduga-duga puisi ini dimaksudkan untuk mengisahkan tentang peristiwa-peristiwa yang tidak terlalu dosa...xixixi. BIG WRONG!
Bener-bener nggak tahu PATIDUSA itu apa? dan begonya nggak nyari tau. Eh, di group FB sebuah penulisan yang saya ikuti tanpa disangka memberikan materi ini. Barulah saya tahu bahwa puisi PATIDUSA berkenaan dengan bentuk puisi. Jadi dia adalah sebuah gender puisi. Padahal group FB puisi PATIDUSA yang dikelola pencetusnya sudah lama muncul di beranda FB mengajak diri ini untuk bergabung. Rupanya saya memang harus mendapatkan ilmu ini dari ladang lain.
Nah, adapun puisi ini banyak sekali jenisnya. Tapi, garis besarnya puisi ini terdiri dari 1-2-3-4 kata perbait atau sebaliknya. Bentuk bolak-balik yang berbeda itulah yang menjadi jenis puisi ini beragam. Jumlah baitnyatidak terikat, Puisi PATIDUSA asli mempunyai pola 4-3-2-1 | 1-2-3-4 | 4-3-2-1 | 1-2-3 4 dst. Puisi PATIDUSA bias mempunyai pola 1-2-3 4 | 4-3-2-1 | 1-2-3-4 | 4-3-2-1 dst. Selain itu masih ada puisi PATIDUSA cemara, PATIDUSA tangga, dan kalau tidak salah masih ada yang lain, hehe (maap lupa). Owh ya...setiap bait harus dipisahkan dengan enter. Ini contoh puisi PATIDUSA yang saya buat hari ini. Saya juga memuatnya di group FB yang saya ikuti sebenarnya.
#1 PATIDUSA_BIAS
BASA-BASI
Basi
Basa basimu
Sudah basi benar
Basamu benar sudah basi
Benar kamu sudah basi
Basamu basi benar
Basi basamu
Pasti
#2 PATIDUSA_TANGGA
IBU
Setiap hari berselempang peluh
Tanpa terucap keluh
Meski keruh
Sungguh
Kau punya seuntai waktu
Didermakan satu persatu
Luput waktu
Berlalu
Berdiri tegar sejak fajar
Sepenuh isi kalbu
Tanpa makar
Sedu
Berdiri tegar hingga malam
Kuasa menahan kelu
Kau penentram
Ibu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar